fintech lending
in ,

Fintech Lending: Pengertian, Cara Kerja, Manfaat, dan Resikonya

Fintech Lending itu apa? Masih banyak orang yang belum mengenal dan memahami istilah apa itu, apalagi terkait cara kerja, manfaat, dan resikonya. Artikel ini akan mengulas dan memperjelas apa sebenarnya fintech lending tersebut. Simak hingga akhir, agar memperoleh pemahaman yang utuh.   

Pengertian Fintech Lending

Fintech lending adalah layanan keuangan berbasis teknologi, yang memungkinkan seseorang, dan atau pemilik bisnis untuk meminjam sejumlah dana, atau bertindak sebagai pemberi pinjaman, dan bahkan berinvestasi di dalamnya guna mendapatkan imbal hasil menguntungkan – semua itu dilakukan secara online, tanpa melibatkan lembaga keuangan konvensional, seperti bank.

Beberapa Istilah Terkait

Istilah lain dari fintech lending adalah P2P Lending atau Peer to peer Lending. OJK (Otoritas Jasa Keuangan), sang regulator, pemberi izin operasi, dan pengawasan, kadang menggunakan penggabungan dari kedua istilah tersebut, menjadi: Fintech P2P Lending. Sedangkan, istilah lain dalam bahasa Indonesia, yaitu “Teknologi Finansial” atau “Tekfin”.  

Di luar itu, ada pula istilah PINJOL alias Pinjaman Online. Apakah Pinjol sama dengan Fintech Lending? Silakan simak artikel INI.

Cakupan Lebih Luas

Sebenarnya, fintech lending dan P2P lending itu sama. Hanya, fintech lending adalah istilah yang lebih luas; ia mencakup semua jenis layanan keuangan berbasis teknologi, termasuk P2P lending, pembayaran digital, crowdfunding, dll. Sedangkan, P2P lending adalah salah satu jenis fintech lending yang secara spesifik mempertemukan pemberi pinjaman (lender) dan penerima pinjaman (borrower) secara langsung melalui platform online.

Singkatnya, P2P lending adalah bagian dari fintech lending. Dan, fintech lending itu sendiri merupakan salah satu jenis dari FINTECH (Financial Technology) atau Teknologi Finansial yang mendapatkan momentum popularitasnya pada 2010-an, saat perkembangan internet, smartphone, dan teknologi mobile begitu masif-nya.  

Nah, agar terfokus, artikel ini akan lebih banyak menggunakan istilah FINTECH LENDING.

Awal Mula

Awal mula fintech lending muncul di Indonesia itu sekitar tahun 2012-2013. Amartha dan UangTeman adalah platform perintis yang memperkenalkan konsep peminjaman dan investasi online ini ke publik tanah air.

Turunnya aturan dari OJK perihal pengaturan fintech lending pada 2016 (POJK Nomor 77/POJK.01/2016), mendorong terjadinya pertumbuhan signifikan industri ini. Itu ditandai dengan terus bertambahnya platform yang mendaftarkan diri pada OJK, dan volume transaksi pinjaman yang meningkat pesat.

Terus bertambahnya penyedia layanan dalam bidang ini, memunculkan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) pada 2017.

Kendati sempat sedikit terseok pada masa pandemi Covid-19, kini fintech lending Indonesia telah menjadi salah satu bagian penting dalam ekosistem keuangan, dan memenuhi kebutuhan pendanaan masyarakat (individu dan pebisnis) yang mudah diakses dan cepat, tanpa harus melalui proses panjang mendapatkannya melalui bank.

Cara Kerja Fintech Lending

Dilansir dari situs resmi OJK, cara kerja fintech lending adalah sebagai berikut:

1. Registrasi keanggotaan. Pengguna (lender dan borrower) melakukan registrasi secara online (via komputer atau smartphone)

2. Borrower mengajukan pinjaman.

3. Penyedia platformmenganalisa, dan memilih borrower yang layak untuk pengajuan pinjaman, termasuk menetapkan tingkat resiko dari borrower tersebut.

4. Borrower terpilih akan ditempatkan pada platform, dalam marketplace P2P lending,  beserta dengan informasi komprehensif terkait profil dan resiko borrower tersebut.

5. Lender (Investor) melakukan analisa dan seleksi atas borrower yang tercantum dalam marketplace fintech lending yang disediakan penyedia platform.

6. Selnjutnya, investor melakukan pendanaan ke salah satu atau sejumlah borrower yang dipilihnya pada platform.

7.Borrower mengembalikan pinjaman sesuai jadwal pengembalian pinjaman melalui platform.

8. Investor menerima dana pokok yang dipinjamkan kepada borrower, beserta bunga (yang disepakati di awal).

Manfaat Fintech Lending

Berikut, manfaat P2P lending atau pinjaman fintech bagi peminjam (borrower):

1. Akses Cepat dan Mudah

Proses pengajuan pinjaman lebih cepat dan mudah, seringkali hanya memerlukan dokumen minimal dan dilakukan sepenuhnya secara online.

2. Persyaratan Lebih Fleksibel

Fintech Lending memiliki persyaratan yang lebih longgar dibandingkan lembaga keuangan konvensional. Ini memungkinkan individu atau pebisnis dengan riwayat kredit terbatas, atau tanpa agunan untuk memperoleh pinjamannya.

3. Pencairan Cepat

Apabila pengajuan pinjaman disetujui, dana pinjaman cair dalam waktu singkat. Umumnya, 1 hingga 3 hari. Tetapi, kecepatan pencairan bisa tergantung pada sejumlah kondisi (proses verifikasi, ketersediaan dana lender/investor, kebijakan/aturan platform, dan hari libur nasional/akhir pekan). Pencairan dana cepat ini acapkali menjadi solusi bagi yang memerlukan pendanaan yang sifatnya mendesak.

4. Transparan

Fintech Lending yang legal, umumnya sangat transparan, terkait informasi suku bunga, biaya-biaya, dan segala persyaratan pinjaman.

Sedangkan, manfaat fintech lending bagi lender, di antaranya:

1. Tingginya Potensi Keuntungan

Fintech lending menawarkan potensi return (pengembalian) keuntungan yang lebih tinggi, dibandingkan instrumen investasi tradisional seperti deposito.

2. Diversifikasi Portofolio

Lender dapat memberikan pinjaman kepada berbagai peminjam dengan profil resiko yang berbeda-beda, sehingga terjadi diversifikasi resiko. Ini memperbesar kesempatan untuk meraih keuntungan.

3. Proses Mudah dan Efisien

Platform fintech lending memudahkan lender untuk memantau dan mengelola investasi mereka secara online.

Resiko P2P Lending

Ada manfaat bagi kedua pihak (peminjam dan pendana), tetapi tentu ada pula resiko bagi keduanya.

Resiko bagi Peminjam:

1. Suku Bunga dan Biaya Tinggi

Bila dibandingkan dengan pinjaman dari bank konvensional, suku bunga dan biaya pada fintech lending dapat lebih tinggi, terutama jika peminjam mempunyai skor kredit yang rendah, atau profil resiko gagal bayar (galbay) yang tinggi, serta tingginya biaya denda keterlambatan bayar.

2. Penagihan Agresif

Kendatipun ada aturan dari OJK perihal tata cara penggunaan pihak ketiga, seperti DC (Debt Collector) dalam penagihan pinjaman yang galbay, dan atau telat bayar, sejumlah penyedia layanan pendanaan online ini bisa saja tidak dapat mengontrol langsung perilaku agresif dari pihak ketiga tersebut.  

3. Overborrowing

Mudah dan cepatnya akses mendapatkan pinjaman dana, bisa jadi mendorong borrower terus meningkatkan jumlah peminjamannya, sehingga melebihi kemampuannya untuk membayar pinjaman tersebut. Inilah yang akhirnya berpotensi galbay, dan membuatnya terlilit hutang besar.

4. Data Pribadi Bocor

Kendatipun borrower tidak diharuskan memberikan jaminan, tetapi pemberian sejumlah data pribadi adalah keniscayaan dalam rangka proses verifikasi by machine dan analis kredit. Nah, data pribadi tersebut bisa jadi bocor atau berpindah tangan ke pihak lain, manakala oknum penyedia layanan, dan atau hacker berhasil meretas server platform.

Terkait poin ke-2 dan ke-4 ini, pentingnya bagi borrower untuk memilih fintech lending yang terdaftar resmi di OJK, guna menghindari dan meminimalisir resiko-resiko tersebut.   

Resiko bagi Pendana:

1. Risiko Gagal Bayar

Resiko gagal bayar probability-nya besar, dimana peminjam dana tidak dapat memenuhi kewajibannya alias gagal bayar. Di sinilah potensi rugi bagi pendana atau lender.

2. Resiko Likuiditas

Dana yang telah diinvestasikan oleh lender kepada borrower melalui platform, tidak bisa dengan cepat dapat dicairkan kapanpun, kendatipun uang pinjaman telah dibayarkan oleh peminjam. Ada syarat dan ketentuan platform terkait ini. Dengan kata lain, investasi pada P2P lending tidak selikuid instrumen investasi lainnya.

3. Resiko Platform

Tidak ada platform yang sempurna alias tanpa celah keamanan. Kerugian bisa diperoleh lender manakala celah keamanan berhasil ditembus peretas. Resiko lain terkait platform yang bisa terjadi dan beresiko adalah adanya masalah keuangan pada fintech company itu sendiri, atau management operasional yang bermasalah.

Sama dengan sebelumnya, penting bagi lender untuk memilih fintech lending yang terdaftar resmi di OJK, guna menghindari dan meminimalisir resiko.

The Last but Not Least

Terakhir, tapi tidak kalah pentingnya, fintech lending telah menjadi bagian dari ekosistem keuangan digital di Indonesia, dan menjadi sebagian dari gaya hidup modern. Eksistensinya adalah pilihan, baik bagi borrower dan juga lender.

Sebelum menjatuhkan pilihan pada platform fintech lending mana yang akan digunakan untuk mendapatkan pinjaman, adalah bijak dan langkah tepat apabila melakukan riset tentang entitas itu, bahkan dapat memanfaatkan kanal komunikasi OJK sebagai pemberi informasi terpercaya.

Sedangkan, bagi pendana atau pemberi pinjaman, cara yang sama dapat ditempuh guna mengurangi bahkan meniadakan potensi kerugian investasi. Dan, di samping diversifikasi penyebaran resiko kepada beberapa borrower dan platform P2P lending berbeda, memulai dengan jumlah investasi yang kecil adalah langkah yang tepat untuk memulai dan belajar memahami potensi keuntungan dan kerugian dalam industri pinjam meminjam online ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Apa yang Anda pikirkan?

Newbie

Written by Calvyn SK

cara isi saldo linkaja lewat brimo

Gampang! Cara Isi Saldo LinkAja Lewat BRImo

fintech lending berizin ojk 2024

98 Fintech Lending Berizin OJK 2024